Irresistible

Lagu ini menjadi "soundtrack" saya sehari-hari. Ini salah satu lagu soundtrack film Step Up 3D. Lagu ini berbahasa Spanyol dan saya suka sama musiknya. Selain itu, lagu ini akan coba saya kuasai sebagai bagian dalam belajar bahasa Spanyol yang tengah saya pelajari. Semangat! :)
_______

Irresistible

Wisin y Yandel

Yandel…
La leyenda viviente
W Los Líderesss
Hoyyy
Me encantaría verte sudar
Los dos envueltos hay que llegar
En la disco nunca parar
Sentirte es lo que anhelo

(*)resistirme imposible será;
De la manera como lo hace ninguna lo hará;
Recostandose en la pared
Sigue provocandome
Bien suelta envueltaa
(Te cuento)
Doble
Ella es extrema controla el sistema
Suprema envuelveme en tu esquema
Entre la disco ella es un problema
La cartera combina con la diadema
Bien tu quieres y yo tambien
Besandote te quito el sosten
Tientame besame tu sabes quien controla los de cien
(*) 2x

(Oye esto)
Bebemos cenamos
Como no hay ningún reclamo
Despues yo le regalo un ramo
Me le pego la beso le digo te amo
De mi casa a su casa pequeño es el tramo
Find More lyrics at www.sweetslyrics.com
Y mi cuerpo te llama
A mi me encanta la trama
Que yo ser el mago y tu siempre la dama
Ya quisiera tenerte en la cama
Tu pasión y tu amor
Encima de mi se derrama
Oooooh
Ooooooh
Oooooooh
Levantala mano y grita fuerte
Oooooh
Ooooooh
Oooooooh
Valio la pena esperate
___
gambar: disini

Belajar Bahasa

Ini salah satu resolusi saya tahun ini: mempelajari bahasa lain selain Inggris dan Indonesia. Awalnya saya ingin kembali mendalami bahasa Jepang. Tapi kemudian memilih Bahasa Korea karena target tahun ini ke sana untuk belajar. Tapi urung. Ketertarikan saya untuk belajar bahasa Korea berkurang. Walaupun biaya untuk belajar bahasa tersebut relatif terjangkau amplop gaji saya. :)

Akhirnya, saya mencoba memilah-milah bahasa lain. Melirik bahasa Belanda, Jerman, Spanyol, Perancis, Latin. Belanda, emm..tidak. Jerman, sedikit ingin. Spanyol, sepertinya ini. Perancis, rasanya belum mampu. Latin, ini nanti saja toh saya punya buku peribahasa Latin, jadi bisa sambil jalan.

Setelah menimbang dan menelusur informasi, saya memutuskan untuk belajar bahasa Spanyol. Sebab, menurut beberapa komentar individu-individu yang sedang belajar bahasa ini menyatakan bahwa bahasa Spanyol relatif sama dalam pengucapannya dengan bahasa Spanyol. Jadi tidak perlu bersilat lidah atau bermain dengung hidung. Menarik bagi saya.

Oh ya, saya berniat belajar sendiri, tidak berguru. Sebab biayanya cukup mahal, yakni 950 ribu untuk 50 jam (setiap pertemuan 5 jam). Saya berani saja mengeluarkan uang sebanyak itu setiap bulan dari pendapatan saya asalkan ada dua kegiatan yang diikuti, misalnya belajar bahasa dan menari. (Karena saya ingin kembali ke dunia tari, inginnya tari modern dan sekarang masih mencari tempat belajarnya di Jakarta). Tapi jika uang segitu untuk satu keterampilan yang dikuasai masih agak berat. Jadi mending saya belajar sendiri dulu.

Tapi...tetap masih galau juga sih. Sebab kelas baru untuk belajar Spanyol itu akan dimulai tanggal 10 Maret nanti. Formulir sudah diunduh. Pepatah bilang, jika ingin mencapai satu hal jangan itungan. Hem, ikut tidak ya. Ikut tidak ya. Ikut tidak ya.

aneh?

Siang ini, seperti biasa salah satu rekan kerja mendatangi ruangan saya. Hanya untuk melepas kepenatannya dengan membaca-baca buku, bahkan terkadang hanya ingin mendinginkan badan di ruangan ber-AC ini :D. Ia tengah membaca sebuah cetakan di meja saya ketika saya menunaikan ibadah dzuhur. Kemudian, setelah saya selesai ia mulai bercerita.

Ia menceritakan kegundahan hatinya terhadap teman pria semasa SMA-nya. Sebut saja si A. Ia bilang sampai saat ini sesama teman SMA masih sering berkomunikasi lewat media dunia maya. Tapi yang mengherankan bagi teman saya ini, apapun komentarnya tak pernah dibalas atau direspon oleh si A. Ia kebingungan. Sebab, teman-temannya yang lain jika berkomentar terhadap si A ini selalu dibalas, walaupun cuma komentar basa-basi dan singkat. Lalu teman saya ini meminta pendapat saya: kira-kira kenapa mbak bisa begitu?.

Saya tertawa saja. Bukan menertawakannya. Tapi tertawa karena saya juga tengah mengalami persoalan yang sama. Saya pun menceritakan kisah saya.

Sebut saja pria yang saya maksud itu B. Saya dan si B ini memang pernah "bermain-main". Dan beberapa kali saya membuat kesalahan. Dan si B selalu meminta saya untuk tidak sering-sering menunjukan ada apa-apa karena memang kami tidak ada apa-apa. Hanya "bermain" saja :D. Anggap saja, untuk menjaga supaya tidak ada salah persepsi di teman-teman yang lain. Saya pun mengikuti anjurannya. Maka, dalam salah satu jejaring sosial saya tetap memberikan komentar atau sedikit senggol-senggolan untuk menunjukan bahwa kami biasa saja. Bahwa kami berteman seperti yang lainnya. Tapi yang aneh, si B ini tidak pernah membalas komentar atau senggol-senggolan saya. Sedangkan komentar teman yang lain ia balas satu-per-satu. Aneh kan? Bukannya ini malah akan menunjukan sesuatu? Kenapa ya kira-kira? Atau jangan-jangan karena ia begitu membenci saya atas segala kesalahan yang saya lakukan. Hm, cuma dia yang tahu.

Akhirnya, saya dan teman saya bersepakat bahwa "mungkin" mereka, pria-pria yang mengacuhkan kami itu, sedang sentimen. Dan kami tidak berniat menanyakan kebenarannya. Biar saja. :)


__
gambar: disini

Jakarta 2039

Cerita bergambar berdasarkan kejadian pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa pada kerusuhan 13-14 Mei 1998. Satu minggu sebelum Soeharto lengser setelah 32 tahun berkuasa. Terdapat tiga cerita yang keseluruhannya berlatar waktu 40 Tahun 9 bulan setelah tragedi kemanusiaan tersebut, dengan masing-masing cerita saling terkait satu sama lain. Cerita ini menyampaikan bahwa dampak perkosaan itu luas.

Cerita pertama berjudul "Ternyata Aku Anak Hasil Pemerkosaan." Cerita tentang derita seorang perempuan yang baru tahu bahwa ia adalah anak hasil pemerkosaan saat usianya menginjak 40 tahun. Ia mendapati kenyataan bahwa "dibuang" di sebuah panti asuhan oleh ibunya karena kelahirannya tak diinginkan. Sejak tahu ia adalah anak hasil pemerkosaan, ia merasa telah lahir kembali dengan sebuah kutukan. Seperti meruntuhkan dunia yang dikenalnya selama 40 tahun. Cerita ini memberitahukan kepada kita bahwa rasa sakit akan perkosaan tidak hanya dirasakan perempuan korban perkosaan itu sendiri tapi juga oleh buah hasil pemerkosaan. Dalam hal ini: anak. Selalu ada korban dibalik korban.

Cerita kedua berjudul "Di Manakah Kamu Anakku?." Dilema seorang perempuan korban perkosaan. Antara perasaan tersiksa karena pernah diperkosa dan perasaan bersalah telah "membuang" anak hasil pemerkosaan. Dari cerita ini rasa sakit, luka, jijik, dihantui perasaan bersalah yang mendalam akan selalu membekas dan sulit dilupakan. Selama 40 tahun! Seperti kenangan buruk yang membayangi dalam setiap kedipan mata. Apalagi jika sampai mengandung anak hasil pemerkosaan. Perasaannya seperti mengandung anak iblis. Itu tidak hanya tergambar dari cerita ini, saya pun pernah mendengarnya sendiri dari korban perkosaan. Luka fisik bisa disembuhkan, tapi luka psikologis sulit dimusnahkan. "Ingatan, kenapa manusia mempunyai ingatan? Bahkan lupa macam apapun tidak pernah bisa menghapus kenyataan bahwa aku pernah diperkosa, ditindas, dihina, dilecehkan." (hal. 35) Berbagai cara dilakukan, namun tak dapat menghapus kenyataan pahit yang tak tertanggungkan: Ia adalah korban perkosaan.

Cerita ketiga berjudul "Nak, Ayahmu Ini Seorang Pemerkosa." Tentang seorang kakek tua renta di sebuah rumah di perkampungan kumuh. Ia dirawat oleh anak perempuannya. Anaknya mengenal ayahnya sebagai pekerja keras yang sanggup membanting tulang untuk menghidupi keluarga. Tapi menjelang ajalnya tiba ia menceritakan bahwa ia, 40 tahun lalu, turut memperkosa seorang perempuan dalam kerusuhan Mei '98. Mudah saja baginya bercerita. Seperti melepaskan beban yang tertanggung selama 40 tahun. Namun kenyataan itu diterima lain oleh sang anak yang juga seorang perempuan. Ia sakit mendengarnya. Ia menderita karena dapat merasakan luka hati seorang perempuan yang diinjak-injak harga dirinya. Ia kecewa terhadap ayahnya sendiri. Setelahnya, ia akan mengingat kenyataan itu yang akan mempengaruhi hidupnya. Kenyataan bahwa ayahnya adalah pemerkosa. Ada korban dibalik pelaku.

Perkosaan adalah kejahatan kemanusian. Sudah selayaknya pelaku diganjar hukuman berat. Sayangnya di Indonesia ini ancaman hukuman bagi pelaku perkosaan paling lama 12 tahun (KUHP pasal 285) . Tidak setimpal dengan penderitaan korban yang dirasakannya sampai seumur hidup! Bahkan dibeberapa kasus, korban justru dinikahkan dengan pemerkosa! Bayangkan, jika kita harus tinggal seatap dengan pemerkosa! Padahal banyak hal yang tidak dapat dikembalikan dari perkosaan. Baru-baru ini, Indonesia heboh dengan berbagai kasus perkosaan di angkutan umum juga oleh sopir angkot. Dalam 6 bulan terakhir ini, Agustus 2011-Januai 2012, yang saya telusuri sendiri dalam berita elektronik telah terjadi 8 kasus perkosaan. 6 kasus terjadi di angkutan umum dan 4 kasus dilakukan oleh sopir angkutan umum. Ini menunjukan masih terjadi krisis ruang aman bagi perempuan. Entah ada apa. Mungkin terlalu dini jika dikaitkan dengan pergolakan politik yang sedang terjadi di Indonesia.

Lebih memprihatinkan lagi, masih adanya pandangan negatif terhadap korban perkosaan oleh masyarakat dan agama. Korban dikucilkan, dianggap sampah masyarakat, dan cenderung menyalahkan korban sebagai pengundang syahwat. Sehingga korban dianggap tidak berharga lagi sebagai manusia. Tidak hanya itu, perlakuan terhadap korban oleh aparat penegak hukum juga tidak berpihak kepada korban dan tidak menjaga kondisi psikologisnya. Misalnya, saat penyidikan korban diminta menceritakan kembali dengan detail kejadiannya. Bak diperkosa untuk kedua kalinya. Diperparah dengan ulah media yang seringkali menyudutkan perempuan dengan . Sedangkan payung perlindungan bagi korban perkosaan tidak ada. Tidak cukup jika mengandalkan KUHP (pasal 285, 286, 287 ayat 1 dan 2, 291 ayat 1) sebagai pijakan jeratan hukum bagi pelaku.

Oh ya, seperti disebut di atas, latar waktu cerita bergambar ini adalah 40 Tahun 9 bulan 14 setelah kerusuhan Mei yakni 14 Februari 2039. Ya, saya agak mengambil momen 14 Februari ini untuk membaca buku dan mengangkat isu dengan meresensinya. Sebab, kita tahu bahwa setiap tanggal 14 Februari dunia merayakan hari kasih sayang. Tua. Muda. Hari saling berbagi rasa cinta dan sayang yang ditunjukan dengan beragam simbol seperti coklat, bunga, aksesoris berwarna pink, dll. Tak jarang perayaan ini kerap disertai dengan berhubungan seks sebagai lambang bersatunya cinta dalam keabadian (katanya). Yang luput adalah disadari atau tidak berhubungan seks ini kerap diawali dengan bujuk rayu dan pemaksaan oleh pasangan, terutama oleh laki-laki. Dengan mengatasnamakan romatisme dan cinta, perempuan (terutama remaja) kerap kali dengan terpaksa mau melakukannya. Itulah dating rape! Perkosaan dalam pacaran. Yang seringkali tidak disadari korban. Karena terjadi saat cinta sedang membara dan menganggap bahwa pacar kita adalah segalanya sehingga rela diperlakukan atau melakukan apapun. Sehingga tidak bisa membedakan mana cinta mana kekerasan. Baru akan terasa sakit dan pahit jika setelahnya kita ditinggalkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban (ingkar janji).

Ya, momen ini pun kembali menjejakan kaki saya bahwa cinta haruslah tanpa paksaan. Tidak ada kekerasan dalam cinta. Jika sudah ada kekerasan, apalagi pemerkosaan, segera putuskan dan laporkan. Kita berhak atas tubuh dan jiwa kita sendiri. Berani menolak dan berkata TIDAK.

Lalu, apa hukuman yang pantas bagi pelaku perkosaan? Di kebiri? Dihukum mati? Dihukum 1000 tahun? Bagi saya rasanya masih belum pantas. Setiap kali menonton/membaca berita tentang pemerkosaan, hati saya berteriak: BIADAB!




owl
yang ikut merayakan hari kasih sayang